Kisah Bisma Dewabrata Putra Hastinapura
Bisma adalah anak dari Raja Hastinapura Prabu Sentanu dengan Dewi Gangga, karena suratan takdir ibunya harus meninggalkan Bisma dan ayahnya sewaktu Bisma masih bayi.
Bisma diasuh oleh orang terbaik dalam lingkungan Kerajaan dan diberikan pendidikan terbaik budi pekerti serta olah keprajuritan karena dialah yang kelak akan meneruskan tahta Hastinapura.
Setelah tumbuh menjadi seorang remaja yang kuat, Bisma lebih sering keluar Keraton pergi ke sudut-sudut terjauh negeri untuk menelisik arti kehidupan dan mencari guru-guru hebat yang bisa mengajarinya arti kehidupan dan juga ilmu keprajuritan. Dalam diri Bisma, tampaknya suksesi tahta Hastinapura akan berjalan dengan mulus ketika tiba saatnya nanti.
Sumpah Bisma
Pada suatu hari Bisma melihat ayahnya Prabu Sentanu tampak termenung dan tidak bersemangat, akhirnya ia mengetahui bahwa ayahnya ingin menikah dengan Dewi Satyawati namun sang Dewi meminta syarat yang berat bahwa kelak keturunannya yang akan menjadi raja.
Karena cintanya kepada ayahnya, ia menemui Dewi Satyawati dan berjanji untuk melepaskan haknya atas tahta Hastinapura, namun seperti kebanyakan manusia yang haus akan kekuasaan, Satyawati masih menuntut lebih agar keturunan Bisma tidak mengungkit tahta Hastinapura di masa depan.
Bisma lalu menghunus keris pusakanya dan mengacungkan keris tersebut ke atas sambil mengucapkan sumpahnya untuk tidak menikah sehingga tidak ada keturunannya yang akan menuntut tahta Hastinapura. Seiring sumpahnya tersebut angin menderu kencang dan tercium semerbak wangi harum bunga pertanda para Dewata menjadi saksi atas sumpahnya.
Bisma telah membuat keputusan besar dalam hidupnya, tidak hanya melepas tahta dia juga telah melepas cintanya walaupun cinta itu belum hadir di dalam kehidupannya tanpa menyadari bahwa terkadang cinta bisa tiba-tiba datang ke dalam hidup manusia dalam bentuk yang tidak terpikirkan sebelumnya.
Adik Tiri Bisma Citragada dan Wicitrawirya
dari pernikahan Prabu Santanu dengan Dewi Satyawati lahir dua anak laki-laki bernama Citragada dan Wicitrawirya, dua orang yang berbeda kepribadiannya.
Bisma juga mendidik kedua adik tirinya ini terutama Citragada yang akan menjadi penerus takhta. Citragada lebih menonjol di bidang olah keprajuritan sedangkan Wicitrawirya lebih menonjol di bidang ilmu pengetahuan dan tata negara. Hingga tiba saat Prabu Sentanu mangkat dan Citragada naik Tahta Hastinapura. Bisma telah menepati janjinya ketika berjanji untuk melepaskan tahtanya.
Prabu Citragada yang sebelumnya lebih bersifat pengayom berubah menjadi seorang agresor.
Oleh para Dewata dianggap telah berlebihan mengganggu keseimbangan dunia sehingga para Dewa mengirim utusannya untuk menghukum Citragada.
Citragada akhirnya gugur oleh utusan Dewa ini dalam sebuah perang tanding yang hebat. Ketika meninggalkan dunia ini Prabu Citragada belum menikah dan belum memiliki keturunan.
Secara tradisi maka yang berhak menduduki tahta adalah adiknya Wicitrawirya, namun karena masih belum cukup umur maka untuk sementara Bisma bertindak sebagai wali negara sampai Wicitrawirya siap dinobatkan sebagai Raja.
Bisma dan sayembara tiga putri raja
Suatu hari Ibu Suri Satyawati meminta tolong Bisma untuk mencarikan permaisuri untuk Wicitrawirya dan Bisma menyanggupi. Kebetulan Raja Kasi Prabu Kasindra sedang menyelenggarakan sayembara, siapapun yang bisa mengalahkan jago Kerajaan Kasi berhak memboyong tiga putri Kerajaan Kasi yang terkenal cantik jelita: Dewi Amba, Dewi Ambika, dan Dewi Ambalika.
Bisma mengikuti sayembara tersebut dan menjelaskan kepada semua Kesatria yang ada di sana bahwa dia mewakili Raja Hastinapura karena Bisma banyak mendengar cemo’oh para hadirin di sana yang mengetahui sumpah tidak menikah Bisma.
Tidak ada satupun Raja dan Kesatria yang mampu memenangkan adu tanding dengan jago Kerajaan Kasindra sampai Bisma maju dan akhirnya berhasil mengalahkan jago Kerajaan Kasi tersebut dan memenangkan sayembara.
Bisma dan Dewi Amba
Tanpa sepengetahuan Bisma ternyata Dewi Amba sudah mempunyai tambatan hati yaitu Prabu Salwa sehingga ketika Wicitrawirya mengetahui hal ini dia tidak mau menerima Amba sebagai permaisurinya dan meminta Bisma untuk menghantar Amba ke Prabu Salwa namun Prabu Salwa menolak Amba lantaran Bismalah yang memenangkan sayembara tersebut.
Betapa hancur hati Dewi Amba mendapat penolakan tersebut dan seharusnya satu-satunya orang yang paling bertanggung jawab dan menerimanya adalah Bisma.
Dewi Amba terus mengikuti Bisma dan meminta Bisma untuk menerima cintanya.
Hari demi hari berlalu dan mungkin inilah salah satu kisah cinta paling rumit dalam dunia wayang.
Mungkin Bisma tidak pernah menyadari bahwa cinta bisa tiba-tiba datang dalam proses kehidupan manusia dalam berbagai bentuk dan kisah yang tidak pernah terpikirkan sebelumnya. Mungkin memang pada akhirnya Bisma benar-benar jatuh cinta kepada Dewi Amba, namun rasa cinta itu tersekat oleh janji dan sumpahnya.
Pada akhirnya Bisma adalah Kesatria utama yang tetap setia memegang sumpahnya, tiba-tiba di tangannya telah tergenggam panah pusaka, maksud Bisma mengeluarkan senjata pusaka itu hanya untuk menakut-nakuti Amba agar menjauh dan pergi darinya namun tanpa sengaja panah sakti tersebut terlepas dari tangannya dan meluncur hingga menancap di dada Dewi Amba.
Bisma sangat terkejut dan langsung meraih tubuh Dewi Amba yang sedang berada dalam sakratul maut, tidak ada tatapan dendam dari Dewi Amba kepadanya, sesaat sebelum menghembuskan napas terakhirnya Dewi Amba mengatakan kepada Bisma, kelak ketika suatu hari nanti perang besar terjadi sukmanya akan menitis di tubuh prajurit wanita bernama Srikandi dan akan menjemput Bisma untuk bersama menuju alam keabadian.
Bisma berjanji akan menunggu waktu dan hari itu.
Apa yang terjadi hari itu menjadi beban seumur hidup Bisma.
Tanpa cinta seorang wanita mungkin hidup Bisma terlihat sunyi namun karena rasa cinta pula ia menjalani dengan sabar masa kehidupannya yang panjang dan menantikan saat yang telah dikatakan Dewi Amba kepadanya. ..
sumber: media seni dan budaya wayang Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar